Sejarah Pemerintahan Perancis

Aux armes, citoyens, To arms, citizens,
Formez vos bataillons, Form your battalions,
Marchons, marchons ! Let's march, let's march !
Qu'un sang impur, May an impure blood
Abreuve nos sillons ! Water our furrow !

-----------------------------

Di bawah konstitusi tahun 1791, Perancis menjalankan bentuk pemerintahan secara monarki konstitusional yaitu Raja membagi kekuasaan dengan anggota legislatif yang terpilih, namun demikian pihak kerajaan masih memiliki hak veto atas keputusan legislatif ataupun hak dalam melakukan pemilihan terhadap menteri di kabinet. Anggota legislatif sendiri melakukan sidang pertama kali pada tanggal 1 Oktober 1971.

Secara umum anggota legislatif Perancis terdiri dari 165 orang kaum Feuillants (monarki konstitusional) atau yang dikenal sebagai sayap kanan, 330 Girondists (liberal) dan Jacobins (revolusioner) yang dikenal sebagai sayap kiri serta 250 orang yang tidak berafiliasi kepada aliran politik apapun. Dalam prakteknya, beberapa keputusan Raja Louis XVI yang memveto hasil keputusan legislatif, membuat sebagian besar anggota legislatif terutama dari sayap kiri merasa tidak puas dan hal inilah yang kemudian menyulut krisis konstitusional di kemudian hari.

Krisis ini semakin diperparah ketika Perancis memutuskan berperang dengan Austria. Louis XVI dan kaum Feuillants sangat menginginkan perang agar dapat meningkatkan popularitasnya kembali setelah kejatuhannya sebagai monarki mutlak akibat kerusuhan massal di tahun 1789 menyusul krisis ekonomi dan finansial hampir di seluruh Perancis. Demikian pula dengan kaum sayap kiri Girondists juga menginginkan perang untuk menyebarkan ide revolusi ke seluruh Eropa yang pada waktu itu didominasi oleh pemerintahan feodal-monarki.

Tanggal 20 April 1792, pasukan Perancis berhasil menduduki Austria-Belanda (sekarang Belgia) namun berhasil dipukul mundur oleh pasukan gabungan Austria-Prusia di bulan Juli 1792 yang kemudian masuk ke wilayah Perancis di akhir bulan. Pimpinan tertinggi pasukan Austria-Prusia, Charles William Ferdinand atau yang lebih dikenal sebagai Duke of Brunswick, mengultimatum rakyat Perancis agar tidak menyakiti keluarga kerajaan (Louis XVI dan keluarga). Ultimatum ini dikenal sebagai “The Brunswick Manifesto”, dimaksudkan karena dua hal, yang pertama mencegah revolusi kaum republik yang terjadi menggantikan monarki dan yang kedua, istri Louis XVI, Marie Antoinette, adalah bangsawan Austria.

Akibat ultimatum itu kaum sayap kiri Perancis, terutama kaum Jacobins, menjadi marah dan menduga telah terjadi persekongkolan antara Louis XVI dengan Kerajaan Austria untuk menggulingkan kaum republik. Malam hari tanggal 10 Agustus 1792 di bawah pimpinan Georges Danton, kaum Jacobins dan rakyat Perancis menyerang Istana Tuileries dimana Louis XVI dan keluarganya tinggal. Setelah ditangkap Raja beserta keluarganya dimasukan ke dalam penjara, dan semenjak peristiwa itulah praktis monarki di Perancis berakhir.

Kepemimpinan Perancis kemudian digantikan oleh “Konvensi Nasional” yang dibentuk pada tanggal 20 September 1792, keanggotaannya merupakan hasil dari kompromi dari anggota-anggota legislatif Perancis. Secara “de facto” kekuasaan eksekutif Konvensi Nasional dijalankan oleh suatu komite yang disebut sebagai “Komite Keselamatan Publik”

Nasib Louis XVI dan keluarganya pun berakhir tragis. Dengan perbandingan suara 361 dan 288 di Konvensi Nasional, ia dijatuhi hukuman mati pada tanggal 17 Januari 1793 dengan tuduhan konspirasi terhadap kemerdekaan public dan keselamatan nasional. Ia dieksekusi dengan “guillotine” pada tanggal 21 Januari 1793 di Place de la Concorde.

Meski tampuk monarki telah berakhir, kaum Republik dihadapkan pada berbagai permasalahan, ada 3 permasalahan utama yang dihadapi Perancis : perang, harga-harga bahan makanan pokok yang sangat tinggi dan pemberontakan “sans-culottes” (pekerja miskin dan kaum Jacobins yang sangat radikal).

Melihat situasi yang semakin tidak kondusif, pada tanggal 2 Juni 1793, Jacques Hebert, seorang tokoh kaum republik yang revolusioner, dengan didukung oleh pihak militer, mengambil alih Konvensi Nasional dan menangkap kaum Girondists yang diduga sebagai pemicu berbagai macam krisis di Perancis setelah monarki.

Dengan ditangkapnya anggota-anggota sayap kiri moderat praktis Konvensi Nasional didominasi oleh kaum Jacobins (Revolusioner), Komite Keselamatan Publik pun direstrukturisasi pada tanggal 10 Juli 1793, dimana George Danton dan Maximilien Robespierre (keduanya sebagai anggota Jacobins) adalah tokoh yang mendominasi komite tersebut. Karena secara “de facto” Komite Keselamatan Publik adalah komite yang memegang kekuasaan eksekutif di Perancis, ‘maka mereka didaulat sebagai dwitunggal “pimpinan” Perancis pada saat itu’

Robespierre menjalankan pemerintahan dengan tangan besi untuk mengatasi krisis nasional di Perancis, hal ini bertambah parah dengan peristiwa terbunuhnya Jean Paul Marat anggota Jacobins terkemuka oleh Girondists, yang menyebabkan pertikaian antar kaum republik sayap kiri semakin meluas. Sejarah mencatat sekitar 16.000 orang dihukum mati dengan “guillotine” di masa pemerintahannya. Ia pernah mengatakan,

“To punish the oppressors of humanity is clemency; to forgive them is barbarity”

Apa yang dilakukan oleh Robespierre ini pada akhirnya ditentang oleh Danton yang menghendaki permasalahan krisis diselesaikan dengan jalan yang lebih moderat. Namun Robespierre menjelaskan kepada Danton, “an end of the terror as meaning the loss of political power”. Dan untuk menghilangkan kerikil tajam dari kalangan internal Jacobins, tanggal 30 Maret 1794, Georges Danton ditangkap dan kemudian dihukum mati dengan “guillotine” pada tanggal 5 April 1794.

Setelah mengeksekusi Danton, Robespierre membangun “kerajaan”nya sendiri, dia menggunakan pengaruhnya melalui Lescot dan de Payan untuk menguasai Jacobins di Konvensi Nasional serta menguasai militer melalui pengikutnya yang bernama de Saint-Just. Demikianlah usaha dari Robespierre secara politik dan militer untuk memenuhi ambisinya sebagai penguasa di Perancis.

Namun kematian Danton, tidak berakhir begitu saja. Anggota Jacobins pendukung Danton menggalang anggota Konvensi Nasional yang lain untuk meminta pertanggungjawaban Robespierre atas tuduhan bertindak diktator dan tirani. Pada tanggal 26 Juli 1794, Robespierre selama dua jam lebih melakukan pembelaan di depan anggota Konvensi Nasional. Keesokan harinya de Saint-Just melakukan tindakkan yang sama, yaitu melakukan pembelaan terhadap Robespierre.

Sidang Konvensi Nasional pun semakin panas, Robespierre dan de Saint-Just dicecar pertanyaan oleh para lawan politiknya hingga seseorang anggota Konvensi Nasional berteriak,

“The blood of Danton chokes him !”

Akhirnya Konvensi Nasional memerintahkan militer untuk menangkap Robespierre dan de Saint-Just serta para kroninya. Tanggal 28 Juli 1794, Robespierre dihukum mati dengan menggunakan “guillotine” tanpa melalui proses pengadilan. Setelah kematianya kaum sayap kiri Girondists kembali ke tampuk pemerintahan.

Disarikan dari :

(1) http://en.wikipedia.org/wiki/French_Revolution
(2) http://en.wikipedia.org/wiki/Georges_Danton
(3) http://en.wikipedia.org/wiki/Maximilien_Robespierre

0 komentar:

Posting Komentar