Dalam sebuah karya yang sangat monumental, yakni Madilog, Tan Malaka menyatakan “ Ilmuwan Indonesia, janganlah bermimpi akan bisa leluasa berkembang selama Pemerintah Indonesia masih dikendalikan, dipengaruhi oleh Negara Negara lain yang berdasarkan paham kapitalisme. Kemerdekaan sejati dari sains, sehidup semati dengan kemerdekaan Negara”. Dari pernyataan tersebut, tersurat makna bahwasanya modal dari Negara untuk dapat mendapatkan posisi tawar yang kuat dari Negara lain, mandiri secara ekonomi serta berdaulat dalam politik salah satunya ditentukan oleh faktor pendidikan. Pendidikan yang berkualitas serta memberikan ruang kebebasan bagi manusia untuk mengenali esensi dari sebuah realitas, merupakan sarana yang berpengaruh untuk membentuk karakter bangsa yang kuat. Dari hal ini, marilah kita merefleksikan realitas pendidikan di Indonesia saat ini dengan harapan dari para cerdik cendia yang tetap setia di garis massa.
Seperti yang telah kita bersama sejak masuk kembali menjadi anggota Bank Dunia tahun 1966, maka Pemerintah Indonesia pun mendapatkan sebuah “fasilitas” hutang luar Negeri yang dikucurkan oleh pihak lembaga multilateral internasional seperti, ADB, IMF, World Bank, dll. Dalam setiap persyaratan hutang luar Negeri, seperti yang telah kita ketahui bersama selalu akan disertai dengan bentuk bentuk penyesuaian kebijakan maupun juga kondisi lainnya dari Negara penghutang yang dalam hal ini telah mengakibatkan banyaknya kebijakan kebijakan publik yang tidak menghargai masyarakat sebagai pemberi amanat dari Negara. Dalam konteks pendidikan dan modal dari luar Negeri baik yang berupa, hutang, hibah serta lain sebagainya, ada ketidak sinkronan arah. Pendidikan yang dalam esensinya bertujuan untuk meningkatkan harkat serta martabat manusia, dengan adanya persyaratan atas hutang luar Negeri berimplikasi pada pendidikan untuk melayani kebutuhan tenaga kerja murah sebagai basis kapitalisme.
Oleh karena adanya hal ini maka tidaklah mengherankan menurut saya apabila di Indonesia metode pengajaran serta manajemen pendidikan yang diimplementasikan adalah pendidikan yang bergaya kapitalis yang diatur oleh Negara Negara maju sesuai dengan tuntutan terciptanya buruh murah. Hal ini dapat kita tilik dari, metode pendidikan di Indonesia yang lebih menekankan pada konsep guru mengajar murid diajar, dimana disini peserta didik tidak diberikan sebuah kesempatan untuk mengetahui esensi dari realitas dengan maksimal atau dengan kata lain, pendidikan tidak memberikan kesempatan bagi siswa untuk melakukan rasionalisasi dari sebuah hal dengan maksimal. Misalnya saja dalam air telah diketahui bahwasanya mengandung hydrogen serta oksigen, maka penjelasan dan apa yang diketahui oleh murid hanyalah berhenti pada titik itu, sedangkan kenyataan akan adanya perbandingan 88,9% dan 11,1% dari oksigen dengan hydrogen tidak pernah diungkapkan oleh pengajar, sedangkan secara psikologis murid telah terbiasa dengan, apa yang dikatakan oleh guru adalah kebutuhan yang telah cukup tanpa perlu untuk mencoba menelusuri lebih jauh sebuah realitas dari sebuah hal maupun benda.
Dari sekelumit contoh realitas diatas maka, ada beberapa hal yang harus kita coba pahami sehingga pada pergantian rezim Pemerintah yang berkuasa mendatang maka masyarakat pun akan lebih tegas dalam bersikap maupun sikap masyarakat dalam mencermati bentuk pendidikan pun tidak hanya terpaku pada sikap sekolah adalah investasi, dalam artian ketika lulus maka peserta didik akan mendapatkan pekerjaan yang layak. Dalam hal ini bentuk pola pikir masyarakat yang seperti ini diciptakan oleh para pembuat kebijakan untuk menghamba terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia yang lebih ditopang oleh investasi asing.
Sikap dari para pembuat kebijakan maupun pihak yang dekat dengan arena pembuatan kebijakan di Indonesia untuk lebih mengutamakan pendidikan yang berbasis pada lokanitas serta eksplorasi ruang dialektika peserta didik merupakan salah satu jawaban atas ter-aleniasinya manusia Indonesia atas wahana pendidikan yang ada. Selain melakukan perubahan atas metodogi pendidikan, Pemerintah juga memiliki tanggung untuk membulatkan tekad secara politis (politicall will) untuk meningkatkan mutu serta kualitas pendidikan. Hal ini meminimalisir hutang baru yang akan diambil serta berhati hati dalam mengambil hutang baru. Di Indonesia telah terjadi apa yang disebut dengan debt over hang, dimana dalam hal ini Pemerintah akibat terlalu banyak mengambil hutang luar Negeri maka Pemerintah pun akhirnya kesulitan untuk keluar dari jeratan hutang yang telah menyumbang berbagai problematika bagi kehidupan BerNegara di Indonesia.
Sungguh ironis sekali ketika saat ini ada sebuah kenyataan bahawasanya manusia Indonesia harus menjadi budak di Negara nya sendiri untuk melayani kebutuhan buruh murah dari investor asing. Oleh karena itu, ada sebuah kesepahaman dari masyarakat Indonesia akan arti penting dari pendidikan, yang antara lain; 1. Meluruskan cara berpikir, agar dapat sistematis dalam menyelesaikan sebuah masalah maupun melakukan rasionalisasi atas sebuah realitas, 2. Melakukan penyusunan bukti, 3. Melakukan generalisasi atau penyederhanaan. Dengan lebih menekankan pada tiga titik ini maka setidaknya akan mengikis sikap dari masyarakat Indonesia yang lebih mengutamakan pendidikan untuk kepentingan investasi pribadi.
0 komentar:
Posting Komentar